B agian I : Warmindo dan Gelak Tawa Meja Nomor 7 R iuh tawa dari meja pojok membuat suasana ramai. Selepas kelas linguistik yang membuat gadis itu pusing tujuh keliling, ia ikut pergi bersama teman-temannya makan siang di Warmindo. Di meja nomor 7, ada Naila Khansa atau Caca biasa gadis itu disapa, sedang ramai-ramai bersama dua orang temannya menertawakan tragedi Emon di kelas. “Kata gue gini, Ca. Si Emon kok nggak datang-datang padahal minta di- book kursi kelas,” seru pria berbadan besar sambil bercerita yang beberapa kali diiringi tawa sekitar. Caca sering bercerita banyak hal kepadanya. Tino seperti psikolog bagi Caca. Tino pendengar dan penasihat yang baik. Ia tempat curhat Caca. Tino tipikal teman yang asik dan tidak hitung-hitungan terhadap temannya. Dia baik hati. Tapi sangat menyebalkan. Sangat sangat! Gadis itu receh. Beberapa kali tertawa renyah sambil sakit perut akibat tertawa mendengarkan Tino bercerita. “Anjing gue malu banget sial,” sahut pemuda kurus di sebel...
Melalui aksara, aku bercerita. Melalui aksara, aku menumpahkan rasa. Melalui aksara, aku menyembuhkan luka.