Skip to main content

Stay or Start Again.

Drttt. Drrttt.
    Tiga pesan baru dihandphone milik Mika yang masih enggan ia baca. Ia kedapatan piket hari selasa ini.
"Udah bersih kan?" tanya Mika pada teman sekelasnya.
"Udah. Lo kalo mau balik, balik aja."
     Ia mengambil tas dan segera keluar kelas, sambil berkali-kali mengibaskan tangannya untuk meminimalisir gerahnya. Kemudian membuka pesan masuknya. Dari Darren.
  'Lo dimana?'
  'Ke depan ruang tata usaha.'
   'Sekarang.'
   Mika mempercepat langkahnya. Ini gara-gara Darren yang labil akan waktu meminta lagu. Ia bilang, saat jam istirahat pertama, tidak jadi. Istirahat ke dua, tidak jadi. Akhirnya, jam pulang.
     Membuat Mika yang tadinya ingin pulang cepat jadi terhambat.
"Ngapain?" tanya Darren diiringi tawa.
"Lah, ini jadi ga? Gue pulang nih."
"Iya, jadi-jadi." 
    Mika duduk disebelahnya. Rasa-rasa throwback muncul kembali. Sejujurnya Mika rindu moment ini. Bisa kembali berbincang dengannya.
    Mika menyerahkan handphonenya.
"Emang hp lo kenapa, Dar?"
"Ke restart semuanya."
"Sedih amat. Foto-foto lo, koleksi film action lo, keapus dong?"
"Iyalah." katanya sambil memilih-milih lagu yang akan dikirim untuknya.
     Seratus empat puluh satu lagu yang ia kirim. Menunggu cukup lama, ternyata gagal. 
    "Yah, ulang lagi dong." katanya kecewa.
    "Ah lo, sih."
Dicobanya mengirim kembali. Setalah sebal mengklik semua lagu yang Mika punya dan setelah dikirim. Baru setengah berjalan, gagal lagi.
    "Pokonya sekali lagi gagal. Awas aja si." ancamnya pada handphone. --Ini kali pertama Darren mengganti handphonenya, ketika mengikuti aksi 212, handphone yang ia bawa hilang entah kemana-- Dan, boom! Gagal lagi dan lagi. Mika rasa, ini faktor terlalu banyak yang dikirim sehingga menyebabkan gagalnya pengiriman.
      "Hp lo gacocok sama hp gue." akhirnya Darren putus asa.
       "Yeee apa hubungannya."
       "Udah kemaren hp gue yang ilang. Sekarang hpnya ada, semua berkas gue yang ilang." kenang Darren sebal.
    Tapi, yang Mika rasakan tidak seindah kala ketika ia masih dekat. Ada rasa kebodoamatan yang diselipi rasa rindu.
    "Yaudah ah, makasih yaa. Gue cabut nih, hehe."
_______


-THROWBACK-
  Sebelum sejauh sekarang mereka pernah sedekat jari telunjuk dan jari tengah setelah kini seperti jari jempol dan kelingking yang saling membutuhkan dan berteman baik.
   Kejadian serupa membuat Mika ingat kala disalah satu tempat perbelanjaan, sehabis nonton lomba akustik. Dilantai paling atas. 
    Starving-nya Hailee Steinfeld featuring Zedd sukses membuat Darren mengualuarkan topik soal musik.
    "Oya, hp lo deh."
    "Buat apaan?"
    "Mau liat lagu-lagu lo."
    "Lagu gua gaada yang indo, haha."
    "Sama. Gue juga."
Mika menyerahkan handphonenya.
Dilihat-lihat lagu milik Mika. Sesekali bergumam.
    "The Chainsomkers semua."
     "Kan gue ngefans."
     "Iya, gapapa. The Chainsmokers ganteng-ganteng."
     LHA TERUS?
    "Ini lagu True Colors soundtrack Trolls, ya?" tanya Darren sesekali melihat Mika.
    "Iya."
Daripada Mika bete, mending ia gantian lihat-lihat lagu milik Darren.
    "Coba hp lo gue liat lagunya." 
    "Tuh-tuh."
Keduanya sibuk melihat-lihat koleksi lagu. Mika bergumam.
    "Lagu lo barat semua anjay."
    "Iya. Abisan gue kurang suka lagu indo, kalo demen juga yang tertentu aja si."
     "Twenty One Pilots semua lagi."
Mika bisa simpulkan, bahwa keduanya punya selera yang sama dibidang musik.
    "Ni ya, ada satu lagu dangdut nyelip diantara lagu-lagu barat, haha."
    Mika meneliti satu-satu.
    "Lah, iya. Hahahahah."
Darren tercyduk cuma nyengir-nyengir aja. Mika malah ngakak. 
    Malam itu disalah satu tempat perbelanjaan, dilantai paling atas. Kala itu masih dengannya. Percakapan ringan tetapi masih sangat melekat dimemori otak. 
_____

Esoknya. 
   Parkiran sekolah masih sepi. Entah Mika yang kepagian atau mereka yang kesiangan. Ia berjalan menuju kelasnya. Seseorang memanggil namanya.
    "Mika! Sini dah."
   DARREN! NGAPAIN?
Mika segera mengahampiri. 
    "Kenapa?"
     "Hp gue ilang."
     "Hah. Serius lo? Kok bisa?"
Mika kaget bukan main. Bahwasanya, baru kemarin ia memegang handphone milik Darren. Melihat-lihat lagu milik Darren dihandphonenya yang ia beri garskin The Beattles. Kini hilang.
      "Iya, waktu gue ikut aksi demo itu, tu hp gue taro kantong baju koko gue. Gue manggil temen gue, pas gue cek, udah ilang."
      "Yah, terus gimana dong?"
      "Ya, yaudah. Udah ilang, mau gimana lagi. Paling nanti gue pake hp yang laen. Nanti gue minta nomer hp lo, ya?"
      "Iya. Yah, lo. Baru kemaren kayanya gue pegang."
        Mereka diam sejenak. Meratapi kesedihan. Mika turut beduka.
       "Yaudah, deh ni ya, gue ke kelas duluan." kata Mika pamit. Darren mengiyakan.

-THROWBACK OFF-
  
   Kini rasa bodoamatnya terhadap Darren kembali muncul. Ya, walau tidak bisa dipungikiri rasa rindu terselip dirasa bodoamat itu.
   Mika bingung dengan feelingnya sendiri. Bertahan dengan hal yang sudah ada tapi bukan yang ia ingini atau memperjuangkan hal yang butuh pengorbanan demi mendapatkan yang ia ingini?









-THE END-

Comments

Popular posts from this blog

Nyawa Terakhir di Dunia Tanpa Peta

Aku melangkah ke dunia yang sunyi, tanpa kompas, tanpa pelita di sisi. Berbekal hati yang penuh cinta kuisi, dan kepala penuh teka-teki yang menari. Tak satu pun suara memberi petunjuk, hanya diam yang menggema dan merasuk. Ini bukan sekadar permainan biasa, ini labirin tanpa batas dan tanpa jeda, Setiap keputusan bisa jadi bencana, atau harapan yang tiba-tiba menyala. Aku belajar bagai buta yang meraba cahaya, menyusun serpihan tanda tanpa suara. Kutulis semua di lembar jiwa, karena tak ada siapa pun yang bisa ditanya. Tapi, sebetulnya bisa kuubah jalan, meretas kode menuju jawaban. Namun kupilih tetap bertahan, demi sebuah pemahaman. Dahulu aku punya tiga nyawa tersisa, kugenggam erat bagai warisan semesta. Karena kupikir masih ada yang bisa dijaga, masih bisa pulih meski luka di mana-mana. Kini tinggal satu denyut di dada, berbunyi seperti genderang perang tanpa jeda. Level ini tinggi—udara pun tak bersahaja, tiap langkahku gemetar, tiap napasku bertanya. Tubuhku luka, langkahku pel...

#Cerpen: Penonton dan Pengisi Acara

Di setiap acara, gadis berbadan mungil itu berusaha untuk menyempatkan waktunya menghadiri seminar, book discussion dan lain-lainnya. Seperti hari ini, ia menyempatkan waktu pulangnya untuk datang ke seminar literasi di fakultas ilmu sosial dan politik. Ia datang hanya seorang diri demi seminar yang mengangkat tema menurutnya menarik. Teman-temannya sudah tak heran melihat gadis itu yang nyeluntur sendirian tiap ada acara. Sasha, biasa gadis itu dipanggil. Paling senang menghadiri acara seminar dan festival literasi, diskusi buku, dan sejenisnya. Tak hanya mendatangi acara dengan tema-tema tertentu. Gadis itu rutin datang ke acara diskusi buku rutin yang diadakan tiap hari Rabu pukul empat sore oleh komunitas Diskala atau Diskusi Buku dan Literasi. Sasha termasuk yang aktif berpartisipasi dalam komunitas tersebut. Siang ini sehabis kelas, gadis itu melangkah masuk ke gedung fakultas sosial dan ilmu politik. Tubuhnya yang mungil dengan pakaian casual dan sneaker putih yang selalu...

Rahasia

Ada yang gelisah sambil menatap keluar dari jendela Langit malam dengan udara dingin seolah ingin menyamai posisinya Bulan dan bintang seakan gagu Ada yang resah tentang tanya Sinar rembulan malam itu tampak redup, ia pun seperti ragu menampakan cahayanya Suara-suara jangkrik tak terdengar, seolah bisu Banyak yang bertanya-tanya Tapi mereka tak dapat menjawab Dan tentang semua ini Semesta tahu jawabnya. —Teruntuk kamu yang sampai saat ini masih terlalu ambigu untuk ku. Obrolan-obrolan ngaco di setiap harinya pun semu. Tulisan ini dari ku yang masih menunggu apa mau mu.