Skip to main content

Cerpen: Playlist

             Cause someday, I'll be everything to somebody else

And they'll think that I am so exciting

Then you'll be the one who's crying         

Sudah seminggu terakhir alunan lagu milik Olivia Rodrigo memenuhi kamar Lily. Kali ini berjudul Enough for You yang sedang melantun. Semenjak hubungannya kandas dengan sang kekasih, gadis berwajah imut dengan lesung pipit di wajah, rambutnya sebahu dan mempunyai mata yang indah bak mengenakan lensa mata, akhir-akhir ini kegiatan mendengarkan musiknya sudah menjadi suatu kewajiban. Pagi, siang, sore dan malam, earphone putih yang warnanya telah memudar tak lepas dari telinganya. Lily, begitu gadis itu disapa, seringkali mendapatkan khotbah singkat, sekedar ledekan semata, atau bahkan wejangan puitis dari kakak laki-lakinya, Leon.

            “Bang Haji Rhoma Irama pernah mengatakan, jangan salahkan cinta apabila menderita, bukan cinta yang buta tapi jiwa terlena.”

Selanjutnya, Leon kena baku hantam Lily.

Sebagaimana muda-mudi yang sedang patah hati, demi menghindari kesedihan yang berlarut, Lily sengaja menyibukkan dirinya dengan melakukan banyak kegiatan. Seperti jogging sendirian di sekitar komplek rumahnya, saat sedang di kampus, ia sengaja mengerjakan tugas hingga sore hari. Kalau libur tiba ia menghabiskan waktunya dengan berpergian sendirian, ke bioskop, duduk sendirian di kursi taman, makan French Fries di McD dan lain-lainnya. Yang pasti dan tak pernah absen, earphone yang selalu terpasang serta album Sour milik Olivia Rodrigo masih selalu diputar. Entah kebetulan atau takdir, seluruh lagu yang ada di album ini sangat relate dengan keadaan sekarang, pikir Lily heran.

            So, find someone great, but don't find no one better

I hope you're happy, but don't be happier

Samar-samar terdengar lagu yang berjudul Happier dari speaker hapenya, sengaja Lily memasang volume tidak besar. Sambil bengong tatapannya beberapa kali menyaksikan anak kecil yang sedang bermain dari balkon rumahnya. Tiba-tiba, sebuah notifikasi di hapenya mengagetkan. Dari bar hapenya, Lily melihat ada sebuah pesan masuk ke akun media sosialnya. Pengirimnya seseorang yang Lily kenal dan isi pesannya menyertakan sebuah link, kemudian Lily membukanya.

“Daripada dengerin album Sour punya Olivia Rodrigo terus-terusan, mending dengar playlist lagu gue, supaya air mata lo nggak habis.”

Lily terbelalak dan bingung. Kenapa pemuda itu tahu soal aktivitasnya mendengarkan musik. Lily curiga dan pergi ke pengaturan media sosialnya. Ia menepuk dahi. Benar saja! Pengaturan sosial medianya menampilkan aktivitas mendengarkan musik yang dapat dilihat oleh mutual Lily. Sumpah, Lily sangat malu! Sudah seminggu playlist-nya yang berisikan lagu-lagu galau itu disaksikan oleh teman di media sosialnya. Buru-buru Lily mem-pause lagu yang sedang diputar, agar tak terlalu banyak update-an lagu-lagu yang membanjiri beranda teman-temannya. Beberapa menit setelah meratapi kejadian yang membuat ia malu sendiri, pandangan Lily beralih kepada link playlist lagu yang dikiriman temannya. Jarinya mengklik link tersebut dan link tersebut membawa Lily ke deretan lagu-lagu bertema happy. Lily membaca satu persatu judul lagu yang tertera, tanpa sadar bibirnya sudah mengukir senyuman.

Comments

Popular posts from this blog

Nyawa Terakhir di Dunia Tanpa Peta

Aku melangkah ke dunia yang sunyi, tanpa kompas, tanpa pelita di sisi. Berbekal hati yang penuh cinta kuisi, dan kepala penuh teka-teki yang menari. Tak satu pun suara memberi petunjuk, hanya diam yang menggema dan merasuk. Ini bukan sekadar permainan biasa, ini labirin tanpa batas dan tanpa jeda, Setiap keputusan bisa jadi bencana, atau harapan yang tiba-tiba menyala. Aku belajar bagai buta yang meraba cahaya, menyusun serpihan tanda tanpa suara. Kutulis semua di lembar jiwa, karena tak ada siapa pun yang bisa ditanya. Tapi, sebetulnya bisa kuubah jalan, meretas kode menuju jawaban. Namun kupilih tetap bertahan, demi sebuah pemahaman. Dahulu aku punya tiga nyawa tersisa, kugenggam erat bagai warisan semesta. Karena kupikir masih ada yang bisa dijaga, masih bisa pulih meski luka di mana-mana. Kini tinggal satu denyut di dada, berbunyi seperti genderang perang tanpa jeda. Level ini tinggi—udara pun tak bersahaja, tiap langkahku gemetar, tiap napasku bertanya. Tubuhku luka, langkahku pel...

sometimes it's across my head

i'm afraid of time flying so fast  i'm afraid of what will happen in the future i'm afraid of the world not as good as i thought i'm afraid of life ahead more dims i'm afraid of anything that hasn't happened yet i just missed my childhood no pain no burden no anxious no more frightening the only happiness that exists have you ever hate being an adult? heve you ever cried because you are going to mature? heve you ever sad because you're you? while you want to come back to being a kid again? wondering how being an adult is sucked life is getting worse when you realized you're not you formerly i supposed that grow up is whole things full of happiness and new things became full of joy but you changed you are growing up you being you now there are new challenges there are lots of nano-nano you can't be supposed to i don't know i'm afraid -i

11:02, 3 Juli 2018

Aku teringat lagi prihal jarak; yang pernah membutakan ku dulu pada mu. Hai? Sekarang apa kabar? Senang rasanya perlahan sudah terbiasa untuk biasa saja. Tapi, aku akan lebih senang lagi jika semesta berencana untuk suatu pertemuan abadi. Hei, tapi lihat lah aku, tersenyum sendiri seperti orang bodoh disini. Membaca ulang pesan yang kau kirim mengenai suara ku akan lagu tersebut. 'hehehe gapapa, tapi bagus kok.' Eh, atau barangkali aku akan lebih dari sekedar senang jika suatu hari nanti 'hehehe' mu tergantikan oleh tawa renyah mu langsung di hadapan ku. Ah, semoga semesta membaca aksara-aksara ku ini. — Dari ku di Tangerang teruntuk yang di Timur pulau ini.