Skip to main content

Adaptasi, Penerimaan dan Toleransi serta Afeksi yang Tak Terpenuhi

Mengubur ego demi adaptasi 
Untukku yang menginginkan afeksi
Kamu yang sedikit apresiasi
Kamu yang kurang hati-hati
Kamu yang tidak peduli
Kamu yang tak banyak ahli
Kamu yang hanya melihat diri sendiri
Semua kupelajari dan kumaklumi 

Entah harapku yang terlalu tinggi
Atau kamu yang tidak tahu diri

Berbicara perihal memberi 
Katanya tak perlu diharap itu dapat kembali
Bisa jadi akan dibalas nanti
Oleh orang-orang yang baik hati

Kiranya pergiku yang pertama 
Buat kamu sadar dan banyak berkaca
Ternyata tidak dan hanya sedikit iya
Kamu tetep menjadi munusia egois sedunia
Memaksaku untuk menjadikanmu satu-satunya

Seakan hidup dan dunia hanya perihalmu saja
Sedangkan kamu tak ada balas apa-apa

Katamu cara menyayangimu berbeda
Tak se-act or service yang bisa membawakan tas perempuannya
Tak se-words of affirmation dalam mengutarakan rasa dan cinta
Tak se-quality time untuk mengajakku tamasya 
Caramu yang tak kasat mata tapi benar adanya

Lantas, bagaimana aku bisa tahu jika hanya melihat dari tanda-tanda?

Cinta memang bisa membuat bahagia

Tapi …

Cinta memang buta
Cinta merusak akal dan logika

Lagi-lagi aku memaklumi walau hati bertanya, “mana?”
Sabarku sepuluh ribu lapis masih berjaya
Perhatianku dua puluh ribu lapis masih membara
Dukunganku tiga puluh ribu lapis masih bergema
Penerimaan dan toleransi menjadi kunci utama

Katanya, jangan bertahan jika masih merasa sakit
Karena sewaktu-waktu masih bisa bangkit
Bertahanlah sampai benar-benar lelah
Hingga mati rasa dan rela dengan mudah

Melepaskanmu memang menyakitkan
Tapi bertahan lebih lama denganmu lebih melelahkan
Biarlah kupergi untuk mencari kedamaianku
Dan menemukan bahagia yang tak semu.




 

Comments

Popular posts from this blog

Nyawa Terakhir di Dunia Tanpa Peta

Aku melangkah ke dunia yang sunyi, tanpa kompas, tanpa pelita di sisi. Berbekal hati yang penuh cinta kuisi, dan kepala penuh teka-teki yang menari. Tak satu pun suara memberi petunjuk, hanya diam yang menggema dan merasuk. Ini bukan sekadar permainan biasa, ini labirin tanpa batas dan tanpa jeda, Setiap keputusan bisa jadi bencana, atau harapan yang tiba-tiba menyala. Aku belajar bagai buta yang meraba cahaya, menyusun serpihan tanda tanpa suara. Kutulis semua di lembar jiwa, karena tak ada siapa pun yang bisa ditanya. Tapi, sebetulnya bisa kuubah jalan, meretas kode menuju jawaban. Namun kupilih tetap bertahan, demi sebuah pemahaman. Dahulu aku punya tiga nyawa tersisa, kugenggam erat bagai warisan semesta. Karena kupikir masih ada yang bisa dijaga, masih bisa pulih meski luka di mana-mana. Kini tinggal satu denyut di dada, berbunyi seperti genderang perang tanpa jeda. Level ini tinggi—udara pun tak bersahaja, tiap langkahku gemetar, tiap napasku bertanya. Tubuhku luka, langkahku pel...

sometimes it's across my head

i'm afraid of time flying so fast  i'm afraid of what will happen in the future i'm afraid of the world not as good as i thought i'm afraid of life ahead more dims i'm afraid of anything that hasn't happened yet i just missed my childhood no pain no burden no anxious no more frightening the only happiness that exists have you ever hate being an adult? heve you ever cried because you are going to mature? heve you ever sad because you're you? while you want to come back to being a kid again? wondering how being an adult is sucked life is getting worse when you realized you're not you formerly i supposed that grow up is whole things full of happiness and new things became full of joy but you changed you are growing up you being you now there are new challenges there are lots of nano-nano you can't be supposed to i don't know i'm afraid -i

11:02, 3 Juli 2018

Aku teringat lagi prihal jarak; yang pernah membutakan ku dulu pada mu. Hai? Sekarang apa kabar? Senang rasanya perlahan sudah terbiasa untuk biasa saja. Tapi, aku akan lebih senang lagi jika semesta berencana untuk suatu pertemuan abadi. Hei, tapi lihat lah aku, tersenyum sendiri seperti orang bodoh disini. Membaca ulang pesan yang kau kirim mengenai suara ku akan lagu tersebut. 'hehehe gapapa, tapi bagus kok.' Eh, atau barangkali aku akan lebih dari sekedar senang jika suatu hari nanti 'hehehe' mu tergantikan oleh tawa renyah mu langsung di hadapan ku. Ah, semoga semesta membaca aksara-aksara ku ini. — Dari ku di Tangerang teruntuk yang di Timur pulau ini.