Skip to main content

#Cerpen: Penonton dan Pengisi Acara


Di setiap acara, gadis berbadan mungil itu berusaha untuk menyempatkan waktunya menghadiri seminar, book discussion dan lain-lainnya. Seperti hari ini, ia menyempatkan waktu pulangnya untuk datang ke seminar literasi di fakultas ilmu sosial dan politik. Ia datang hanya seorang diri demi seminar yang mengangkat tema menurutnya menarik. Teman-temannya sudah tak heran melihat gadis itu yang nyeluntur sendirian tiap ada acara. Sasha, biasa gadis itu dipanggil. Paling senang menghadiri acara seminar dan festival literasi, diskusi buku, dan sejenisnya. Tak hanya mendatangi acara dengan tema-tema tertentu. Gadis itu rutin datang ke acara diskusi buku rutin yang diadakan tiap hari Rabu pukul empat sore oleh komunitas Diskala atau Diskusi Buku dan Literasi. Sasha termasuk yang aktif berpartisipasi dalam komunitas tersebut.

Siang ini sehabis kelas, gadis itu melangkah masuk ke gedung fakultas sosial dan ilmu politik. Tubuhnya yang mungil dengan pakaian casual dan sneaker putih yang selalu on point tampak membuatnya seperti anak sekolah. Di bahu kanannya menggantung sebuah tote bag berwarna krem kesukannya. Gadis itu berjalan sambil menoleh kiri kanan. Ia tidak terlalu tahu banyak dan spesifik tempat di fakultas ini. Dan Sasha tak banyak tahu soal acara itu. Yang ia tahu, seminar yang diadakan meruapakan salah satu dari rangkaian acara mahasiswa fakultas fisip.

Ternyata saat Sasha sampai, acara sudah dimulai dan sudah sampai pada sambutan ketua pelaksana. Seorang pemuda yang sedang berdiri di depan sambil melirik ke arah gadis itu. Adrian Ganindra, kata pemuda itu saat memperkenalkan diri. Saat ini, hanya Sasha seorang diri yang datang terlambat pada acara itu. Ia menyelinap masuk dan memilih kursi yang tersisa di belakang. Sontak, Adrian yang berada di depan, hanya dia yang bisa menyaksikan kedatangan gadis itu yang terlambat sedangkan penonton sedang fokus menatap ke arahnya.

Sasha terbelalak melihat pemuda yang sedang sambutan itu. Sasha hanya sebatas tahu. Gadis itu cukup sering melihat pemuda yang sedang melakukan sambutan tersebut di beberapa acara. Saat itu juga saat ia menghadiri seminar dan pemuda itu juga memberikan sambutan sebagai ketua umum himpunan mahasiswa jurusan. Atau di beberapa acara lagi, Sasha pernah melihat Adrian sebagai pembicara yang mengangkat tema literasi dan politik. Kalau tidak salah, Adrian merupakan senior di atas Sasha setahun. Dan, seingat Sasha juga, Adrian bergabung dalam satu komunitas Diskala bersama Sasha. Namun, ia tidak seaktif gadis mungil itu.

Sasha suka cara pemuda itu berbicara dan menyampaikan opini di setiap acaranya. Entah seperti kebetulan atau tidak, tiap kali Sasha datang ke suatu acara, baik seminar atau apupun, selalu ada pemuda itu. Saking begitu seringnya, Sasha melihat bahwa pemuda itu berkarisma, berwibawa, dan cerdas. Ya, hanya sebatas mengagumi karena pemuda itu keren. Tidak ada ekspektasi apa-apa. Hanya senang saja kalau kebetulan di setiap acara yang ia datangi, ada Adrian di sana. Sasha bisa menyimpulkan pemuda itu cukup terkenal dan aktif di jurusan karena menduduki beberapa jabatan.

Dari sudut pandang pemuda yang rambutnya mulai menggondrong itu, melihat seorang gadis yang datang terlambat menyelinap masuk. Pandangan pemuda itu baru bisa beralih saat gadis tadi mulai menduduki kursi yang ia pilih. Adrian memang sering berpartisipasi dalam kegiatan kampus baik jurusan, fakultas maupun universitas. Namun, entah mengapa Adrian juga sering melihat ia hadir di acara-acara yang Adrian juga berkontrubusi dalam kegiatan-kegiatannya. Adrian tidak terlalu memperhatikan detail siapa gadis itu. Tapi yang pasti, yang paling ia notis adalah rambut gadis itu sudah kembali menghitam.

Di acara-acara sebelumnya saat Adrian berpartisipasi baik sebagai opener speech, moderator acara, speaker serta yang lain-lain, dan gadis itu selalu hadir. Adrian hanya menotis warna rambut gadis itu yang selalu berganti di tiap acara. Yang Adrian ingat rambutnya saat itu berwarna abu-abu, sebab saat itu Adrian kira karena acaranya untuk umum maka semua usia boleh datang. Dan ia melihat rambut abu-abu tersebut kiranya milik para lansia. Nyatanya, milik gadis itu yang Adrian tidak menahu siapa dirinya. Kemudian yang paling Adrian tidak lupa, karena saat itu warna rambut gadis itu menjadi yang paling mencolok sehingga nyentrik dan pusat perhatian orang adaah warna blonde. Benar, itu dia! Kini rambutnya sudah kembali normal.

Selama sambutannya, beberapa kali Adrian melakukan eye contact terhadap gadis mungil itu. Trik dalam ber-public speaking untuk menguasi penonton, walau sebenarnya Adrian penasaran siapa dan mengapa perempuan itu selalu ada di tiap acaranya?

==================================================================

Sejak hari itu selepas acara, Adrian tidak terlalu banyak memikirkan si gadis mungil dengan variasi warna rambutnya, tiba-tiba lupa begitu saja. Banyak yang ia perlu urusi daripada bertanya-tanya perihal gadis itu. Hari ini suasana kantin kampus cukup ramai. Hari Senin yang padat akan mahasiswa mengantri makanan. Adrian sebenarnya malas kalau hari Senin ke kantin, lebih baik ia makan di luar walaupun lebih mahal daripada harga kantin dan harus mengantri. Temannya menempati kursi yang kebetulan kosong. Adrian langsung menduduki dan tak banyak komentar.

“Nggak usah lama-lama kali ya, langsung cabut ke sekret abis ini,” ujar Tommy, pemuda yang sangat sejoli dengan Adrian.

“Gue bilang juga mending go-food,” dumal Adrian sambil mulai membakar rokoknya.

Keduanya kembali asyik membicarakan kegiatan mereka dalam berorganisasi. Mulai dari senior yang sok asik, panita-panita acara yang nggak insiatif, hingga ke gosip kampus. Tommy kawan Adrian sejak masih menjadi mahasiswa baru, walau beda jurusan mereka sama-sama terjun ke organisasi dan sama-sama pernah menyukai gadis yang sama. Walau pada akhirnya kedua-duanya tidak ada yang dapat gadis itu. Kini Tommy sudah memiliki pacar. Pemuda itu memilih junior yang juga satu organisasi dengannya.

Adrian sudah lama sekali tidak menyentuh kisah percintaan yang manis. Sudah dua tahun sejak berakhir hubungannya bersama perempuan yang dari masa sekolah ia pacari. Kini pemuda itu sudah memasuki semester lima menjadi mahasiwa ilmu politik. Dalam kisah cinta, terakhir ia gagal untuk dengan untuk mendapatkan Erin. Dan Adrian belum menemukan tambatan hati lagi. Padahal jika dibilang jelek, Adrian tidak jelek-jelek amat. Penampilannya saja yang terlihat urakan dengan rambut yang mulai gondrong bertengger di sana. Ia manis dan berwibawa. Di organisasi kampus maupun universitas, sebenarnya banyak yang mendekati Adrian, entah spik nanya-nanya proker dan lain-lainnya. Adrian hanya menanggapi dengan profesional.

Makanan mereka datang. Karena tidak punya waktu banyak dan harus segera menuju sekretariat untuk mengurus suatu hal, Tommy dan Adrian ngebut untuk makan. Sambil makan, Adrian juga beberapa kali melihat sekitar dan menoleh ke kiri dan kanan. Kursi kantin penuh. Pemuda itu terdistrek oleh segerombol perempuan-perempuan yang berada di depannya sedang tertawa heboh. Sebenarnya bukan hal yang asing. Namun, saat ia memperhatikan mereka satu persatu, tatapan pemuda itu menjadi tidak asing saat melihat seorang perempuan di tengah-tengah hebohnya tertawa, ia malah sedang berhadapan dengan laptop, sambil beberapa kali nimbrung tertawa.

Ia melihat gadis itu lagi. Ia tampak tak banyak bicara dan lebih suka menyimak teman-temannya bercerita. Dan beberapa kali menanggapinya dengan senyum dan menyengir, memperlihatkan deretan gigi kelincinya. Manis. Walau begitu, Adrian bisa menebak gadis itu sedang tidak baik-baik saja. Wajahnya seperti tertekan berada di situ. Ia yakin, gadis itu butuh ketenangan mengerjakan sesuatu di laptopnya.

“Anak TI ada yang mau kenalan sama lo. Katanya pres gue takut jamuran kalau kelamaan jomblo,” celetuk Tommy dengan piring yang hampir bersih.

“Bacot!” jawab Adrian malas.

“Padahal fans lo banyak, tinggal plilih. Lo malah milih jomblo,” sambung Tommy.

“Takut produktivitas gue menurun,” kata Adrian ngeles.

“Tai. Ada nyet yang pacaran tapi saling support. Jadi, dua-duanya tuh sama-sama berkembang. Ya, lo pinter-pinter manage waktu aja mana buat organisasi, mana buat pacaran. Lagian, kalau lo punya cewek yang sama-sama di bidang lo, atau seengaknya ngerti dan mau berkembang bareng. Menurut gua aman, sih,” kata Tommy seperti khotbah.

Adrian mengerti, cuman masalahnya, selama ini ia belum nemu yang cocok di hati. Pun Adrian tidak mau punya pacar yang satu organisasi dan bidang dengannnya. Apapun yang memiliki intensitas temu yang sering. Karena ketika putus nanti pasti akan sulit dan mengganggu profesionalitasnya. Adrian tidak mau itu terjadi.

“Ngomul,” balas Adrian sambil memberikan uang seratus ribu ke depan mukanya untuk membayar semua makanan yang telah dipesan.

Makanan mereka telah habis.

“Yee, dibilanginnya,” kata Tommy bergegas untuk bangkit.

Keduanya melangkah keluar kantin. Sambil melewati meja gerombolan perempuan yang tertawa heboh tadi, mata Adrian tak henti untuk melirik ke arah gadis itu.

“Itu cewek yang di seminar,” batinnya.

Di sisi lain, gadis yang sedari kemarin sedang dipusingkan untuk mengurus sebuah acara di jurusannya sastra Indonesia. Sasha kedapatan jobdesk menjadi moderator sebuah seminar dengan seorang penulis terkenal yang namanya sedang melonjak. Leila Chudori. Walau acaranya masih seminggu lagi, gadis itu harus mempersiapkan materi secara matang dan informasi terkait penulis tersebut.

Hari ini selepas kelas, ia membawa laptop ke kantin bersama teman-temannya. Teman-temannya tahu betul seorang Sasha yang panikan dan semua harus ter-set rapi, maka mereka tidak begitu masalah Sasha mengerjakan sesuatu sambil mengobrol dengan mereka. Sepanjang temannya bercerita yang membuat semua ngakak, Sasha juga ikut ngakak Semua menceritakan pengalaman pdkt mereka. Apalagi sampai pada pembahasan gebetannya Rika yang malu-maluin saat first date dulu. Tiba lah digiliran Sasha untuk bercerita. Walau gadis itu masih enggan, namun ia hanya men-spill sedikit kalau Sasha sedang menyukai seseorang.

“Cuma kagum aja, nggak lebih. Kek dia tuh keren banget, leadership-nya okelah menurut gue. Lo ngerti kan, Na,” kata Sasha excited.

Memang, selama ini Sasha membuka diri dengan kisah percintaan pada teman-temannya. Hanya Sasha yang minim informasi percintaan. Sejak hubungannya kandas dengan Erik beberapa tahun silam, bagi Sasha semuanya tampak menyakitkan. Sasha takut patah hati lagi, Sasha takut effort sendirian lagi, Sasha takut cinta sendirian lagi, dan lain-lainnya. Rupanya, berapa tahun silam merupakan waktu yang cepat berlalu dan cukup lama untuk Sasha bisa membuka hati kembali. Ketertarikannya pada Adrian karena memang sewajarnya perempuan akan kagum melihat sosok Adrian. Keren, berwibawa, cerdas. Kalau Sasha bisa bilang, he’s ten but he keeps low profile.

“Siapa? Anak ilkom, ya? Anak ilkom mah emang keren, contohnya Dika,” celetuk Dina di samping Sasha menyebutkan nama pacarnya di jurusan Ilmu Komunikasi

“Insial nama, deh. F? Ferdi!” tambah yang lain.

“G, ya? Galang?”

“Gayung?”

“Apa sih anjir, nama orang. Bukan abc lima dasar!”

“Jurusan apa?”

“Gue tebak, hukum, ya?”

“Jurusan mekkah-madinah, kah?”

Teman-temannya Sasha heboh menebak.

“Stop. Ini bukan kuis ya, anjir!” jawab Sasha gemas.

=================================================================

Hari-hari berlalu, dan hari ini merupakan jadwal rutinan diskusi buku komunitas Diskala di kampus. Sasha dan Dina sudah menunju ke lokasi komunitas tersebut biasa mengadakan acara. Dina sebenarnya anggota komunitas juga, namun baru aktif lagi hari ini, sebab sebelumnya gadis bermata coklat itu sedang sibuk mengurus runtutan acara jurusan yang mana Dina lah ketua pelaksananya. Gadis berbadan mungil itu lebih senang karena hari ini ia ada temannnya. Dengan pakaian yang senada dengan Dina. Hari ini rambut gadis itu dikuncir, menyisakan poninya bertengger di dahi. Outfit-nya hari ini memakai sweater putih oversized dan celana kulot jeans. Yang pasti yang tak pernah terlewatkan, sneakers putih kesayangannya. Ia menggengam novel berjudul Tiga Dalam Kayu karya Ziggy Zesyazeovinazabrizkie, penulis favoritnya.

Kedua gadis itu melangkah memasuki area kampus tempat komunitas Diskala mengadakan diskusi. Dengan senyum sumringahnya ia menyapa teman-teman dan seniornya yang berpapasan.

“Sa, penerus rambut warna-warni lo nih,” celetuk seniornya kepada gadis itu sambil menunjuk pemuda yang sedang berusaha menghindar.

“Hah?” Sasha masih belum paham apa maksudnya.

Pemuda itu menunjuk pemuda yang sedang menutupi rambutnya yang berwarna kecoklatan sambil cengengesan. Spontan Sasha tertawa.

“Lo pirang gitu abis main panas-panasan, Bang?” tanyanya sambil ngakak.

“Gue suruh warna ijo padahal, kagak mau dia,” kata pemuda jangkung itu cekikikan.

Dahulu, saat Sasha masih suka gonta-ganti warna rambut sering jadi bahan ceng-cengan anak komunitas. Gadis itu suka mengeksplor warna rambut yang baru, mulai dari warna blonde, hijau, merah, abu-abu hingga coklat, sehingga selalu jadi bahan becanadaan Bang Dino yang kini malah kemakan omongan sendiri.

“Gua udah insyaf, lo baru mulai,” kata Sasha tertawa kecil.

Gadis itu membaur dengan seniornya, acara sebentar lagi mulai dan banyak yang sudah berdatangan. Di sisi lain, ada pemuda yang dari tadi sudah duduk memisahkan diri bersama seorang temannya yang sedang mengobrol. Pemuda itu menyaksikan kejadian barusan. Adrian baru beberapa kali mengikuti kegiatan komunitas Diskala. Masih hitungan jari, karena temannya yang memberitahu ada komunitas ini. Adrian menyaksikan gadis itu bercanda soal rambut warna-warni dengan temannya. Batinnya membenarkan bahwa dialah memang gadis berambut warna-warni yang sering ia lihat.

Acara dimulai, semua yang datang diwajibkan duduk melingkar. Gadis itu mengambil posisinya selalu bersebelahan dengan Dina. Hari ini pemandunya adalah Bang Dion, temannya si rambut pirang tadi. Sasha meletakan handphonenya ke dalam tas, kemudian tatapannya tidak sengaja melihat seseorang di depan. Ada Adrian di hadapannya. Walau jarak mereka tidak terlalu jauh, tapi posisi pemuda itu persis di depannya. Tatapan pemuda itu juga melihat ke arahnya. Tatapan mereka saling bertemu dipersekian detik. Selanjutnya, Sasha kembali melanjutkan Bang Dion berbicara.

Selama acara berjalan, semua terkendali, hingga sesi tanya jawab yang lancar. Tanpa disadari Sasha, Adrian sering kali melihat ke arahnya. Dengan durasi yang tak lama, tapi sukses membuat pemuda itu penasaran. Pemuda itu salah fokus kepada novel yang berada di atas tas gadis itu. Cover bukunya tidak asing. Adrian pernah membaca novel itu. Ya, novel Tiga Dalam Kayu, karyanya Ziggy Zesyazeovinazabrizkie. Pemuda itu membaca banyak buku karya beliau. Sedikit terkejut kalau gadis itu memiliki bacaan yang sama sepertinya.

========================================================================

Hari sibuk Sasha telah tiba. Hari ini ia akan memoderatori sebuah acara dalam diskusi buku bersama penulis novel Pulang karya Leila Chudori. Gadis itu sudah gelisah, resah hingga sakit perut dari sejam yang lalu. Ia akan bersebelahan dengan penulis terkenal yang mana ia juga membaca karya-karyanya. Dina dari kursi penonton sudah dari tadi memberikan gelagat semangat kepada Sasha.

Hingga tiba waktunya, penulis buku tersebut sudah berada di sampingnya, dan acara sudah dimulai. Dengan santai dan tenang gadis itu membuka acara. Walau sebenarnya gadis itu ingin lari saja sebab ditonton banyak orang yang ingin menyaksikan penampilan Leila Chudori. Senyum sumringahnya sebagai sapaan kepada penonton. Sambil berbicara, matanya menjelajah keseluruh penjuru penonton. Batinnya jadi berbisik, mungkin ini yang dirasakan oleh Adrian setiap ada acara. Gugup dan gelisah. Atau dia sudah biasa karena sering melalukan seperti itu? Tanpa sadar mata gadis itu menemukan sosoknya di barisan bangku penonton. Ia duduk paling belakang, matanya sedang mengarah kepada Sasha yang sedang berbicara. Gadis itu berusaha fokus dan mengontrol intonasinya.

Tiga hari sebelum acara seminar tersebut dimulai. Pemuda yang rambutnya mulai gondrong itu akhirnya bisa bersantai setelah sibuk mengurus ini itu. Di kamarnya, saat itu sedang meng-scroll Instagram, tidak sengaja menemukan sebuah flyer seminar diskusi buku di akun universitasnya. Dari flayer tersebut yang ia notice pertama adalah penulis yang akan mengisi acara tersebut. Adrian tahu betul beliau. Dari karya-karyanya yang Adrian baca, kebanyakan mengangkat tema sejarah dan masa orde baru. Adrian excited betul ingin datang. Kemudian, yang selanjutnya ia notis adalah... gadis itu! Adrian mendekatkan wajahnya pada flayer tersebut. Foto moderator yang terpampang di flayer adalah gadis itu. Gadis si rambut warna-warni.

“Sasha Anindya,” gumam Adrian menyebut nama gadis itu. “Jadi, namanya Sasha.” Dan lengkungan senyum tipis terukir di bibir Adrian.

Dan hari ini pemuda itu benar-benar hadir di seminar diskusi buku. Sambil menyelam minum air. Sambil melihat Leila Chudori bonus bertemu dengan Sasha. Gadis itu, si gadis rambut warna-warni. Adrian menyempatkan waktunya untuk menonton seminar ini dan mengajak Tommy untuk menonton juga. Tommy sebanarnya sudah mendumal dari tadi sebab ia masih ingin tidur. Alhasil, selama seminar ia benar-benar tidur.

Adrian menyaksikan gadis itu membuka acara dengan bagus, sopan, intonasi yang tegas, dan pembawaannya yang ramah. Selama acara pemuda itu benar-benar menyimak dengan khusyu baik pemaparan dari sang penulis maupun sang moderator. Ia tidak peduli Tommy di sebelahnya sudah memasuki alam mimpi. Tapi, baginya hari ini akan menjadi moment terbaik selama hidupnya; dapat menghadiri seminar Leila Chudori dan melihat gadis itu dengan keadaan sudah mengetahui namanya.

Ketika acara sudah selesai semua, auditorium yang mulai menyepi, orang-orang makin menjauh dari. Pemuda itu celingukan mencari sosok si gadis rambut warna-warni. Adrian bilang ke Tommy, kalau ia boleh pergi duluan karena Adrian masih ada kepentingan.

“Gue langsung cabut, ya, Dri. Mau tidur lagi,” ucap Tommy dengan mata yang masih bengap sebab baru bangun tidur.

“Iya, santai, thanks Tom,” kata Adrian sambil bertos ria. Dan melihati Tommy yang mulai menjauh dari posisinya.

Pandangan Adrian terarah kepada gadis bertubuh mungil yang sedang berjalan ke arah gerbang depan kampus, kemudian ia berhenti sambil memainkan handphone-nya. Adrian langsung berjalan cepat untuk menghampiri.

“Sasha!” panggil Adrian dan spontan gadis mungil itu menoleh.

Sasha kaget betul pemuda itu menghampirinya. Pemuda yang sering kali ia lihat di berbagai acara dan seminar. Pemuda yang hanya bisa Sasha saksikan dari barisan bangku penonton. Pemuda yang hanya bisa Sasha kagumi terhadap kemamupuannya berorganisasi. Pemuda keren itu telah memanggilnya.

“Btw, acara yang lo mederatorin keren banget!” kata Adrian memuji dengan kikuk untuk memulai percakapan. “Oh, ya kenalin gue....” pemuda itu mengulurkan tangan untuk memperkenalkan dirinya.

“Adrian,” jawab Sasha tegas dan tak membalas uluran tangannya. Pemuda itu semakin salah tingkah. “...gue tau lo kok.” Gadis itu tersenyum tipis membuat pemuda itu menggaruk rambutnya yang tak gatal. Pemuda itu dari tadi salah fokus dengan novel yang digenggam oleh Sasha sejak kemarin. Novel tersebut salah satu novel yang ia baca juga.

“Lo baca novelnya Ziggy juga?” pertanyaan Adrian sukses membuat wajah Sasha berseri-seri. Ia mengangguk sambil senyum. Melihat respon gadis itu ceria, Adrian merasa lega, tak salah mengambil topik. Ziggy merupakan penulis favoritnya Sasha.

“Lo juga?” tanya Sasha kembali.

Adrian menangguk. “Kita Pergi Hari ini sama Tiga Dalam Kayu yang menurut gue paling best of the best. Ceritanya dark gitu, seru,” kata pemuda itu menjawab dengan santai.

“Setuju, menurut gue karya terbaik yang ditulis seorang penulis itu karya yang terakhirnya,” timpal Sasha jadi seru.

Adrian melihat sekitar sudah mulai menyepi, terbesitlah bertanyaan di kepalanya.

“Btw, lo pulang kemana?” tanya Adrian penasaran, pemuda itu sambil mengambil kunci motor di sakunya.

“Bintaro,” jawab Sasha pelan.

“Bareng aja kalau gitu, gue ngelewatin kok,” jawab Adrian basa-basi.

Gadis itu diam sebentar. Handphone-nya sudah sedaritadi membuka aplikasi ojek online. Dan kemudian pemuda itu mengajaknya untuk pulang bersama. Gadis itu agak sedikit terkejut. Ia tak pernah berpikir akan bisa mengobrol dengan Adrian apalagi ditawari pulang bersama. Saat itu, sosok Adrian di matanya hanya seorang senior keren yang memotivasinya untuk jadi keren juga. Tak ada pemikiran lain atau berandai-andai bisa ngobrol bahkan hingga jadi pacaranya saja tidak.

“Hmm, boleh, deh. Untung belum pesan ojek online,” jawab Sasha mengiyakan.

Di sepanjang jalan, keduanya kikuk. Walau ada obrolan, namun rasanya masih tidak leluasa untuk mengobrol ini itu. Mereka hanya membicarakan kegiatan hari ini tentang seminar, penulis, dan lain-lainnya. Sasha juga salah tingkah, Adrian apalagi. Untungnya posisi mereka berkendara tidak menunjukkan bahwa keduanya sedang canggung.

Sepanjang hari dan bulan berlalu, Adrian selalu penasaran dengan gadis rambut warna warni itu. Sampai pada akhirnya, Adrian mengetahui nama gadis itu. Hingga sampai pada saat Adrian telah sampai di rumah Sasha. Tak ingin melewatkan kesempatan dengan gadis itu. Saat Sasha turun dari motor Adrian dan berucap terima kasih. Adrian langsung memanggilnya.

“Sha, btw weekend nanti kosong nggak?”

==================================================================

Di pertemuan-pertemuan selanjutnya, mereka lebih bisa membawa suasan saat ngobrol dan lenih asik daripada obrolan pertama seusai seminar waktu itu. Di pertemuan-pertemuan selanjutnya juga Adrian mulai berani menceritakan penasaran dirinya terhadap gadis yang sedang di hadapannya kini sambil menunggu ramen pesanan mereka datang. Bercerita tentang gadis dengan warna rambut yang selai barganti yang selalu hadir di saat Adrian berpartisipasi dalam acara. Tentang Adrian yang selalu menerka-nerka gadis rambut warna warni tersebut. Hingga hari itu, saat ia mengetahui namanya. Ia semakin penasaran tentangnya.

Sasha yang mendengar itu, tertawa malu. Ia juga tidak pernah menyangka Adrian akan menyadari kehadirannya dan juga menotis warna rambutnya.

“Waktu itu tuh, gue punya role model tersendiri buat senang gonta-ganti warna rambut. Berasa keren gitu, lho. Sekarang kalau dipikir malu juga jadi yang paling nyentrik,” kata Sasha diiringi dengan tawa.

Selanjutnya, gadis itu jadi bercerita balik mengenai sosok yang selalu ia lihat di tiap acara sebagai opener speech, pembicara, moderator dan lain-lainnya. Tentang Adrian yang selalu menjadi pusat perhatian di kala berdiri di depan orang-orang banyak. Tapi, Sasha tidak menceritakan kekagumannya terhadap Adrian ketika pemuda sedang menjalankan jobdesknya. Tentang pemuda itu yang selalu karismatik dan keren. Sasha jadi hafal dengan wajah dan intonasi pemuda itu, maka ketika waktu itu pemuda yang rambutnya mulai menggondrong menyebutkan namanya, Sasha sudah tahu betul siapa dia dan apa jabatannya.

“Semacam kebetulan, ya. Lo yang selalu jadi audience-nya dan gue sebagai pengisi acara. Cuman kalau dipikir-pikir kok lo rajin banget datang,” kata Adrian sambil tertawa.

Seketika di pertemuan-pertemuan kesekian satu sama lain sudah mulai membuka diri. Adrian yang nyaman mendengarkan Sasha berbicara yang membut ia terpingkal. Sasha yang senang saat pemuda itu mulai menjelaskan hal-hal yang ia tidak ketahui. Ada moment di mana ketika keduanya diam sudah tidak canggung lagi. Mereka sudah bisa bercanda receh dan mencairkan suasana.

Ramen pesanan mereka datang. Sasha menerimanya denga sumringah dan berucap terima kasih sudah dari lama ia bm makan ramen dekat kampusnya yang baru buka. Hanya saja selalu ramai. Maka mereka memutuskan untuk pergi di hari Minggu. Ia rapikan letak mangkuk tersebut supaya terlihat bagus di foto dan Instgaramable.

Wait, wait, difoto dulu,” kata Sasha excited sambil membereskan perintilan-perintilan yang mengganggu keestetikan hasil jepretan ramennya.

Adrian yang melihat itu hanya tersenyum tipis melihat perilaku perempuan pada umumnya. Tidak boleh makan sebelum difoto.

“Udah? Yang difoto makanannya doang?” tanya Adrian sambil mengeluarkan handphone-nya. Gadis itu hanya mengangguk dan tersenyum senang meliha hasil foto ramennya bagus. Adrian mengarahkan kamera handphonennya ke Sasha dan ramen tersebut.

“Foto tuh sama orangnya. Gaya ya...” kata Adrian memberi arahan. Sasha menurut saja mengkuti intruksi bergaya dengan memegang sumpit dengan senyuman paling manis dan sumringah menatap ke kamera.

“1... 2... 3... oke, mantap. Dah, yuk makan!”

Setelahnya gadis itu tak memperdulikan atau memikirkan apapun, hanya satu yang ada di kepalanya saat ini: ramen. Akhirnya ia bisa mencicipi juga, setelah menunggu hampir tiga bulan. Sambil makan dan diiringi ngobrol ringan. Sasha dan Adrian sangat menikmati moment saat ini.

==================================================================

Sebab sudah lelah dan sudah malam juga, gadis itu langsung membersihkan dirinya untuk bersiap tidur. Ia hanya membelas pesan Adrian untuk berucap terima kasih dan hati-hati. Kemudian, esok paginya saat gadis itu bangun tidur, matanya langsung terbebelak menyaksikan pesan masuk yang begitu ramai dari teman-temannya, baik personal chat maupun grup. Sasha bingung mereka membicarakan apa, tapi saat ia baca chat dari Dina yang isinya begini:

“Yang ini ramen, kalo kamu my man🥰.

Sontak Sasha langsung membuka Instagramnya dan melihat Adrian meng-upload fotonya dan men-tag dirinya saat makan ramen kemarin. Dengan pose persis ia kemarin. Memegang sumpit, sambil tersenyum ke arah kamera.

“Anjir!” gumam gadis itu terkejut melihat pertama kali foto dirinya berada di akun orang lain selain akun-akun sahabatnya ketika gadis itu ulang tahun. Bingung antara senang dan denial. Sasha melihat pukul berapa pemuda itu meng-upload.

“Delapan jam yang lal.. berarti jam 12 malam.”

Sasha melihat terus fotonya yang terpampang di story Instagram Adrian. Walau dia terkejut tapi senyum tipisnya terlukis di bibir gadis itu. Bagaimana bisa, seorang Adrian presiden mahasiswa jurusan ilmu politik yang sering berkontribusi dalam banyak acara, dan Sasha hanya sebagian kecil dari hidupnya Adrian yang bertemu di acaranya hanya menjadi penonton.

Gadis itu segera membaca grup chat yang ramai sekali membahas dirinya.

Dina: jd ini cuy yg kemsrin dibilang keren

Rika: gokil sama pres adri

Rachel: pantesn yh slama ini pres adri jomlo trs pas di up bikin geger

Rika: gak salah pilih pres adri

Dina: omggg beb lo ga pernah cerita ke kita anjir

Dina: @Sasha muncul dong klarifikasi

Sasha mengatupkan bibirnya. Klarifikasi apanya? Semua yang terjadi merupakan di luar kendali dirinya. Sasha juga tidak tahu menjadi seperti ini. Kalau teman-teman terdekat Sasha saja heboh, apalagi teman-temannya Adrian, pasti mereka tidak menduga dan jauh lebih heboh. Pasalnya pemuda itu selama masuk kuliah belum pernah menunjukkan kebucinanannya di sosial media. Kini story-nya berisi foto Sasha membuat temannya menyerbu Adrian dengan komentar.

Tommy: kampret nggak pernah cerita

Tommy: anak diskala bukan sih

Dan teman-temannya Adrian baik senior dan junior, yang melihat story Instagram-nya langsung berdecak sebal dan ada juga yang heboh. Semua orang yang kenal Adrian, berbondong-bondong bertanya kepada teman Adrian untuk mengonfirmasi kebenarannya. Belum lagi, banyak fans-fansnya dan teman-temannya Adrian baik yang seangkatan dan juniornya ikut memberikan komentar.

“Pacarnya ya kak?”

“Ldr kah baru di up?”

“Cakep bro cewek lo buset ga maen-maen!”

“Anj adriii, buat gue aja nyet!!”

“Spill dongg!”

Adrian sudah mengira akan seheboh ini. Di sisi lain gadis itu masih melihati story Instagram pemuda yang kini sudah tak lagi asing baginya. Sambil melihat, antara maju dan mundur untuk me-repost story. Namun, pada akhirnya ia me-repost juga dan sukses menggemparkan teman-temannya di Instagram. Gadis itu tersenyum malu. 



Selesai.



Author Note:

Cerita ini hasil halu aku tiap malam, maka lebih baik kalau aku tulis, biar jadi karya. 

Comments

Popular posts from this blog

Sing 2 (2021): Ambitious Koala “Buster Moon” to perform at Redshore

The audience's enthusiasm for the first film, "Sing" (2016), made this film succeeds in getting a 2017 Golden Globes nomination which was included in the Best Original Song – Motion Picture category. After five years, the writer and director of this film, Garth Jenning, has finally decided to make the sequel to the "Sing 2" film released in 2021. The 112 minutes "Sing 2" film produced by Illumination is an animated musical comedy film, then distributed by Universal Studios. The first film only featured characters voiced by Matthew McConaughey, Reese Witherspoon, Scarlett Johansson, Nick Kroll, Taron Egerton, Tori Kelly, Nick Offerman, and Jennings. The sequel features new voice actors like Halsey, Pharrell Williams, Bobby Cannavale, etc. Not much different from the previous film, "Sing 2" also presents scenes with accompanying songs like an animated musical that can blind the audience to sing along. Dream as high as possible, and prove that...

Ironi dalam Penyajian Tontonan Berkualitas di Televisi Sekarang Ini

            Perkembangan zaman yang canggih dapat membuat adat budaya serta etika mulai mengalami pergeseran. Gaya hidup pun mulai mengalami perubahan dan seluruh sendi-sendi kehidupan mulai mengikuti. Salah satunya tontonan di televisi. Televisi merupakan salah satu media yang tak lepas dari kehidupan kita. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, televisi merupakan sistem penyiaran gambar yang disertai dengan bunyi (suara) melalui kabel atau melalui angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah cahaya (gambar) dan bunyi (suara) menjadi gelombang listrik dan mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat didengar. Menurut fungsinya televisi dapat memberikan informasi, mendidik, menghibur dan membujuk. Seiring berkembangnya zaman tayangan di televisi semakin terus berubah. Namun, tayangan televisi dini hari lebih banyak yang hanya memperhatikan kuantitas daripada kualitas. Eksistensi televisi kini tergantikan dengan adan...