Skip to main content

Posts

Showing posts from April, 2021

30 Hari Berpuisi: #14 Air Mata

adakala ia membandingkan bahagia milik yang lain dan miliknya tak ada habisnya kenapa tak serupa kenapa berbeda sudah sepenuh hati mengasihi  memberi tak ada balas setimpal berusaha menyenangkan namun tak ada balasan  mana yang benar-benar ada? mana yang benar-benar nyata? mana yang benar-benar memberi bahagia? tak sekadar kalimat pemanis tanpa ada berani mana hati yang bergerak mengasihi menyayangi membahagiai selalu bertanya-tanya tak habis-habis pikirannya tahu-tahu sudah banjir air mata di wajahnya

Flash Fiction 5: Yang Tadi Siapa?

Nadira sudah pulang dari lelahnya bekerja, begitu masuk ke kosannya ia langsung merebahkan tubuh di atas kasur, tanpa bersih-bersih lagi. Ia menarik napas, hari yang cukup melelahkan bekerja sampai petang hari. “Ya Tuhan, capek banget,” ucapnya berteriak. Dari kamar mandi ia mendengar suara gemercik air. “Nana, gue baru sampai. Capek banget hari ini, sumpah.” Nadira berteriak lagi dengan nada kencang agar teman kosnya itu mendengar. “Ganti baju kamu, bau keringet,” balas suara dari dalam kamar mandi. “Bentar, main Instagram dulu.” Nadira melanjutkan aktifitas scroll Instagramnya. Teman kosnya keluar dari kamar mandi dan menegur Nadira untuk segera membereskan pakaian. “Bentar, Na. Nanti gue cuci baju gue,” balas Nadira masih santai. Temannya itu duduk di sebalahnya dengan wajah datar tanpa kata. Nadira menoleh dan melanjutkan kegiatannya lagi “Kenapa lo, kusut amat muka.” Teman kosnya tak menjawab, Nadira langsung nyerocos lagi. “Eh, Na. Gue sebel banget sama ...

Flash Fiction 4: Tiga Tahun Lalu

Pasca kecelakaan 3 tahun yang lalu saat Joy mengendarai mobil dari Bandung menuju Jakarta bersama kekasihnya, Nadin. Joy yang sedang mengantuk berat akibat berkendara pukul 2 dini hari, dan harus sampai sebelum siang demi mengejar waktu. Namun sayangnya perjalanan pulang tersebut harus berakhir dengan naas. Mobil Joy menabrak truk yang melintas, disusul kendararan lainnya yang menyebabkan kecelakaan beruntun. Kepala Joy pusing, hidungnya berdarah. Ia melihat ke tempat duduk kekasihnya, Nadin sudah tak sadarkan diri akibat kepalanya terbentur benda keras dan berlumuran darah. Hanya itu memori yang dapat Joy ingat, selebihnya pandangannya gelap dan tersadar ia sudah berada di rumah sakit. Cek cok mulut terjadi antara pihak keluarga Joy dan Nadin, keluarga Nadin tak terima anaknya dibuat kecelakaan dan Joy dilarang bertemu Nadin selamanya. Ah, jika mengingatnya lagi kepala Joy sakit. Joy sedang melamun di bangku cafe sambil meminum minuman kesukaannya, cappuccino , dan mengingat memor...

Flash Fiction 3: Jam Pulang Sekolah

Gadis berpipi bulat itu sedang kebingungan di depan kelasnya, 11 IPA 3, beberapa kali melihat jam dan mengecek hape. Sudah sore. Melihat kanan kiri, berharap bertemu teman yang jok belakangnya kosong. “Rino hari ini ekskul futsal nggak, ya? Kalau iya, aku mau minta antar, deh,” gumamnya. Kebetulan, teman laki-lakinya melintas di depannya. Lana bertanya kepada Dimas. “Dim, hari ini futsal ada ekskul?” “Wah, libur, Na. Ekskul futsal hari Selasa.” “Oh, gitu. Makasih ya, Dim.” “Yo, sama-sama.” Lana menarik napas kemudian menggigit bibirnya. Ia cemas, suasana sekolah menyepi, kakaknya belum datang menjemput. Biasanya tak pernah seperti ini, apalagi mengingat jarak rumah Lana ke sekolah tidaklah dekat. Mau tak mau dan tidak ada jalan lain, Lana berjalan kaki. Ia menaruh hape ke sakunya dan melangkahkan kaki dengan gontai melintasi gerbang sekolah. Tanpa Lana sadari, sedari tadi pemuda di depan kelas 11 IPS 1 memperhatikannya. Pemuda itu bergegas merapikan kerah baju serta rambu...

Flash Fiction 2: Rabu Siang

Rabu siang, sekolah Andi digegerkan dengan adanya pembunuhan yang dialami oleh murid kelas 10. Pembunuhan terjadi di halaman belakang sekolah. Mayat tersebut ditemukan sudah tak bernyawa dengan sayatan luka di lengan dan leher. Andi yang sebelumnya sedang bersama korban tak melihat ada gelagat aneh saat ke kantin. Hanya saja, saat di tengah jam pelajaran berlangsung, mereka memutuskan untuk pergi ke kamar mandi. Andi sudah selesai buang air, kiranya korban masih di dalam. Andi meneriaki namanya, tak ada jawaban. Menggedor pintu, saat dibuka bukan dirinya. Tak terlalu lama Andi menunggu, ia muncul dari halaman belakang sekolah. Andi tak tahu kapan kejadian naas itu terjadi. Selepas dari kamar mandi, Andi sudah tak bersama temannya lagi. Saat ini Andi tak menyangka sekaligus sedih melihat mayat temannya di depan mata. Para murid berbondong-bondong menyaksian mayat korban dievakuasi. Berebut tempat agar dapat menyaksikan dengan jelas. Panik, takut, seram, tak percaya dan ngeri. Semua ra...

Flash Fiction 1: Lagu untuk Anindya

                 Di siang hari yang terik, Anindya memutuskan untuk membeli es jeruk yang berada di dekat kampus, tak lupa juga ia membeli es titipannya Eki, es buah naga, karena cuaca hari ini lumayan membuat tenggorokan kering. "Terima kasih, Anindya." "Sama-sama." Keduanya duduk di pelataran kursi kampus, di bawah pohon rindang yang anginnya lumayan mengurangi rasa panas. Kemudian mereka membahas salah satu band yang nanti akan menjadi bintang tamu di acara jurusan mereka. “Bintang tamunya Banda Neira, Nin. Tahu lagu-lagunya?” tanya Eki sambil melirik Anindya. "Cuma tahu beberapa lagu doang, itu juga karena banyak anak-anak yang sering dengar di Spotify, gue penasaran dan ikut dengar juga," ucap Anindya diiringi cengiran kecil. "Tahu yang judulnya Sampai Jadi Debu?" tanya Eki memastikan. Anindya mengangguk sambil tersenyum kecil. Cantik, batin Eki. "Kalau yang judulnya Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti?" Anin...

Mona Ingin Pulang

Bagi Mona, kehidupan adalah hal yang harus diperjuangkan oleh diri sendiri. Menjalani hidup penuh keterbatasan membuat dirinya harus berjuang keras dari yang lainnya. Seperti dirinya yang harus berjuang dan hidup sendirian di kota orang untuk menempuh pendidikan sekaligus bekerja. Bermodalkan tekad, keberanian dan keyakinan membawa Mona dari kampung untuk berkuliah di universitas ternama di kota. Gadis berperawakan gemuk dan berambut panjang itu selalu tak pernah kehabisan semangat dalam menghadapi apapun. Selain itu, Mona dikenal oleh teman-temannya sebagai pencair suasana, beberapa kali obrolan yang terselip Mona mengeluarkan kalimat yang bisa membuat teman-temannya terkekeh bahkan sampai terpingkal. “Perasaan gue nggak lagi stand-up comedy, ” ucapnya dengan ekspresi datar. Pasalnya Mona merasa hanya melontarkan kalimat biasa, respon temannya malah bikin ia bingung. Tak heran Mona mempunyai teman yang lumayan banyak, dirinya memang banyak disenangi karena pembawannya selalu ceria...

30 Hari Berpuisi: #2 Hujan

Rinai hujan mulai mencium bumi Titisnya memabasahi seluruh parasan Bayangan tiga tahun silam terpendar kembali Perihal lembayung senja unjuk keberadaan Di atas kendaraanmu yang melaju Gelak tawa kau tengah kusaksikan dengan syahdu Di atas kendaraanmu yang melaju Kau berkisah banyak perihal harimu Di atas kendaraanmu yang melaju Senyumku terlukis mendengar tiap ceritamu Hujan mulai mereda  Membuat tersadar tiba-tiba Langit abu mulai angkat kaki dengan malu Hujan menyisakan pilu Hujan menyisakan rindu Genangan menyisakan kenangan Kenangan menyisakan kepergian it's reminds me of my first favorite man when i was high school. 

30 Hari Berpuisi: #1 Air dan Api

Gusar hati oleh kekasihnya yang tak mengarifi Tabiat wanita hendak dimengerti dan dimahfumi Kekasihnya acuh tak memberi tanda yang tampak Tabiat wanita hendak diberi cinta yang banyak Ia sangat mahir beraksara Tapi kekasihnya tak mahir membaca  Adakala ia berkhotbah sambil meradang Menuturkan kalimat-kalimat yang melasikan Kekasihnya bak air yang tenang Tak pernah sang kekasih balas menjengkelkan Tak pernah sang kekasih balas mendongkolkan Air yang tenang  Akan selalu menang Dari api yang menunukan Senantiasa demikian  b, i dedicated this poem for you <3 :D