Bagi
Mona, kehidupan adalah hal yang harus diperjuangkan oleh diri sendiri.
Menjalani hidup penuh keterbatasan membuat dirinya harus berjuang keras dari
yang lainnya. Seperti dirinya yang harus berjuang dan hidup sendirian di kota
orang untuk menempuh pendidikan sekaligus bekerja. Bermodalkan tekad,
keberanian dan keyakinan membawa Mona dari kampung untuk berkuliah di
universitas ternama di kota. Gadis berperawakan gemuk dan berambut panjang itu
selalu tak pernah kehabisan semangat dalam menghadapi apapun. Selain itu, Mona
dikenal oleh teman-temannya sebagai pencair suasana, beberapa kali obrolan yang
terselip Mona mengeluarkan kalimat yang bisa membuat teman-temannya terkekeh
bahkan sampai terpingkal.
“Perasaan
gue nggak lagi stand-up comedy,” ucapnya dengan ekspresi datar.
Pasalnya
Mona merasa hanya melontarkan kalimat biasa, respon temannya malah bikin ia
bingung. Tak heran Mona mempunyai teman yang lumayan banyak, dirinya memang
banyak disenangi karena pembawannya selalu ceria. Walau begitu, di balik sosok
Mona yang riang dan ceria saat bersama teman-temannya, Mona adalah orang yang
paling sedih saat sendirian. Mona rindu orang tuanya, kampung halamannya. Sudah
hampir 7 semester ia belum juga bisa pulang ke kampung. Faktor ekonomi yang
menyababkan membayar biaya transportasi terlalu tinggi untuknya. Kampung Mona
berada pedalaman kota Bima dan ia harus menempuh perjuangan di kerasnya ibukota.
Terlepas dari semua itu, semua orang di dunia
ini sudah tahu, bahwa Mona adalah si GiveAway Hunter. Jika orang-orang
banyak memenuhi media sosialnya dengan foto selfie milik pribadi, tapi
tidak untuk Mona. Bagaimana tidak? Media sosialnya hanya berisi postingan repost
and win, following-nya di Instagram berisi akun-akun yang mengadakan
giveaway. Bagi Mona, hidup adalah perjuangan. Memburu giveaway
yang di adakan di Instagram, mengikuti kuis di semua program TV⎯yang mana kunci
keberhasilan pertama adalah saat berhasil menjawab sebuah password⎯termasuk
perjuangan. Demi mendapat hadiah yang ditawarkan untuk kelangsungan hidup yang
damai dan sejahtera, begitulah serapah Mona yang sering ia lontarkan kepada
temannya.
Saat
ini Mona sedang berbaring di kasurnya sambil men-scroll media sosial,
setelah pulang bekerja part-time yang lumayan membuat badannya
pegal-pegal. Biasanya sore hari seperti ini teman kosnya Rina sudah pulang
kerja terlebih dahulu, namun sampai saat ini batang hidungnya belum terlihat
juga. Mona sedang fokus menyaksikan potongan video artis Raffi Ahmad bersama
sang keluarga sedang jalan-jalan ke Jepang.
“Enak
kali ya jadi Rafathar, baru lahir aja udah jadi sultan. Mau makan tinggal pilih.
Mau apa-apa tinggal sebut. Kagak ada tuh yang namanya makan nasi pakai garam
doang. Kagak ngerasin rumah bocor ditadangin pakai ember,” dumel Mona
sambil menjeda video tersebut. Tanpa ia sadari Rina ternyata sudah datang dari tadi
dan mendengar semua ocehan Mona.
“Heh,
ngedumel aja lo, ya! Istighfar, Mon, Istighfar. Rezeki kagak kemana,
tenang aja.” Mona yang terkejut langsung menoleh. “Sejak kapan lo di sini, Rin?
Ngagetin aja.” Walaupun keduanya sama-sama anak rantauan dari kota yang berbeda
tapi karena keduanya sudah lumayan lama tinggal di Jakarta, Mona dan Rina sudah
sangat mahir menggunakan bahasa Betawi.
“Dari
tadi. Lo main hape aja, sih. Mon, for your information Instagram gue
isinya mention lo semua! Giveaway yang hari Sabtu belum diumumin?
Kok lo udah mention gue lagi,” kata Rina heran. Saking hafalnya Rina
sudah tidak heran kalau tiba-tiba mendapat notifikasi Instagram yang tak lain
tak bukan pasti akun milik Mona yang me-mention dirinya dan teman-teman
yang lain sebagai persyaratan giveaway.
“Udah
diumumin, tapi gue nggak menang. Eh, belum menang maksudnya, karena ada
kemungkinan menang. Hehe.”
Sejak
kedatangan Rina yang mengejutkan, kini Mona sudah berganti posisi. Masih men-scroll
media sosialnya, bedanya sekarang ia jadi duduk sambil fokus ke hapenya.
“Iklan
apaan, nih?” tanya Mona bingung, jarinya masih menggulir layarnya.
“Ayo,
daftarkan diri anda dan menangkan hadiah utama senilai I miliyar!” Mona
membacakan iklan yang lewat di media sosialnya dengan suara lantang.
Ekspresinya percaya tak percaya, karena ia bingung maka ia meminta pendapat
Rina.
“Rin, sini deh. Menurut lo ini hoax apa
original?” tanya Mona mendekatkan hapenya kearah Rina yang sedang sibuk
membereskan bajunya.
“Hah?
Original? Ini bukan keripik singkong, Mona!” jawab Rina dengan kesal
sekaligus ingin ngakak. “Hoax kali. Mana ada orang yang mau ngasih duit
1 miliyar.”
“Tapi,
Rin, lo perhatiin lagi, deh. Itu ada sponsor besar, sama nyuruh ngirim
persyaratan ke PO BOX. Sepengalaman gue yang kayak gini no tipu-tipu,
Rin.” Pikiran Mona masih menerka-nerka dan menghubungkan dengan akal sehat,
sebagai Queen of Giveaway, Quiz. Lottery and Contest yang sudah banyak ia ikut
sertakan⎯walau belum pernah menang⎯jelas Mona lebih tahu
mana yang benar mana yang hanya promosi.
“Gue
nggak paham dunia perundian gitu-gitu, Mon. Kalo giveaway di Instagram
masih paham.”
Rina
menyahuti sambil matanya fokus ke hape, melihat pesan WhatsApp yang masuk.
“Tapi,
kayaknya gue ikut ini itu kagak ada hasil ya, Rin? Sedih banget hidup
gue.” Mona menjawab dengan nada menyendu. Pikirannya sedang bertarung memenangkan
antara ya atau tidak.
“Belum,
Mon. Sabar aja. Tapi, terserah lo, sih. Yang punya banyak pengalaman dan yang
lebih tau kan elo. Gue mau mandi, gerah, kuliah malam kudu segar. Dah, bye!”
Rina
pergi sambil menyambar handuk yang berada di gantungan dan segera menuju kamar
mandi. Sedangkan Mona masih terpaku menatapi undian di hapenya. Di pikirannya,
sudah banyak ini-itu yang ia ikut sertakan tapi tak menang juga. Mona berniat
menjadikan giveaway di Instagram kemarin adalah keikutsertaannya yang
terakhir, mengingat ia sudah lelah dan terlalu banyak mengikuti ini itu. Tapi,
kata hatinya berkata ia harus mengikuti sekali lagi, pikirannya kembali
berangan-angan jika ia menang. Mona bisa membeli membayar kos-kosannya setahun
penuh, setiap hari menu makan ganti, meneraktir Rina sahabatnya sebagai saksi
perjuangan giveaway, kuis, undian dan lain-lainnya, dan yang paling
penting adalah Mona bisa pulang kampung dan bertemu keluarganya.
“Gue
ikut aja, ah. Sekali lagi, beneran fiks ini mah. Gue nggak boleh nyerah,
harus berjuang lebih keras, walau kagak menang-menang tapi please
kek ya Allah, kali ini menang. Hehe, maksa amat ya gue. Itu baru seorang Mona,
hehe.” Tawa kecil terakhir Mona menandakan ia tak mudah terhasut logikanya yang
sudah capek, tapi hatinya dan raganya masih semangat sebagai GiveAway Hunter.
Langsung
saja Mona mendaftarkan diri di link yang telah diberikan. Setelah
mengisi biodata yang dibutuhkan, dengan senyum sumringahnya, Mona berjalan
menuju kamar mandi dan menggedor pintu kamar mandi.
DUK
… DUK … DUK!
“Rin,
gue udah daftar, Rin! Hahahahahah.” Tawa Mona masih sambil berangan-angan ia
adalah pemenangnya.
Dari
dalam, Rina yang sedang sampoan dengan mata tertutup nampaknya terkejut dengan
suara gedoran tersebut. Rina berteriak.
“MONAAAAA!!!”
***
Sejak
hari itu Mona mendaftarkan diri untuk undian berhadiah 1 miliyar, dua bulan
berlalu saking sibuk kegiatan Mona, ia lupa kalau sampai saat ini belum ada
pemberitahuan pemenang. Mona menarik napas dengan lesu. Mona sudah yakin ia
kalah. Pikiran menyesal sambil mengingat hari itu, harusnya Mona sudah tahu
kalau akan seperti ini. Sudah tertebak akhirnya akan seperti apa, tapi tetap
saja masih ia ikuti. Ia segera menepiskan pikirannya soal menysal, kesibukannya
lebih jauh penting daripada memikirkan hal ini. Baru beranjak menuju meja
belajar untuk merapihkan buku-buku yang berserakkan akibat sifat pelupa saat ke
kampus. Sebuah nada dering di hape Mona mengejutkan, dengan lesu ia berbalik
mengambil hapenya.
“Kebiasaan
Rina, nih! Lo nelpon gue pasti nyuruh talangin paket COD, ketebak,” gerutu Mona
sambil mengambil hapenya saking seringnya Mona meminta untuk menalangi paket
COD miliknya. Saat ia layer hapenya, bukan nama Rina yang tertera.
“Eh,
nomor siapa?”
Mona
mengangkat telepon dengan takut-takut.
“H-halo?”
“Selamat
siang, maaf mengganggu waktunya, dengan ibu Monalisa?”
“I-iya,
dengan saya sendiri. Dengan siapa, ya?”
“Kami
dari penyelanggra undian yang telah berlangsung dua bulan yang lalu. Kami ingin
mengumumkan bahwa Bu Mona telah memenangkn undian senilai 1 miliyar rupiah.”
“HAH???!”
Mona
membeku tanpa kata, seolah ada es besar yang menyambar dirinya. Matanya
berbinar seolah tak percaya. Degup jantungnya berdetak kencang, napasnya
terengah. Mona tak percaya ini terjadi!
“Mbak,
ini prank, kan? Yang masuk YouTube itu, kan? Jangan-jangan mbaknya
YouTuber.”
“Mohon
maaf, Bu, atas keterkejutannya. Saya dari pihak penyelenggara tidak pernah
melakukan tindak penipuan. Program kami selalu dilaksanakan dari tahun ke
tahun. Untuk pengonfimasian diri, Bu Mona bisa datang ke kantor kami.”
Mona
kejatuhan bulan! Ini sungguhan. Pihak penyelenggara undian kembali menjelaskan
panjang lebar sistem pengambilan hadiahnya dan memberikan alamat kantor mereka
yang berada di daerah Jakarta Pusat. Mona yang tadinya lesu langsung jadi bugar
bersiap-siap ingin menuju kantor tersebut. Sebelum berangkat, ia mengabari Rina
yang sedang bekerja terlebih dahulu, ia ingin memberitakan kebahagiannya ini.
“RINA,
GUE MENANG!” Teriak Mona dengan senang begitu sambungan terhubung.
“Sumpah,
barusan gue ditelepon. Nggak nyangka banget, Rin.” Suara Mona mulai
memberitakan keadaannya. “Pokoknya kalau udah cair, lo gue traktir makan di
Warteg selama satu minggu. Hahahah.” Suara Rina di sebrang sana juga tak kalah
terkejutnya seperti Mona dan turut bahagia atas bahagianya Mona.
“Iya,
ini gue mau berangkat ke kantornya. Deket kok, Rin, dari sini. Yaudah, gue
berangkat dulu. Bye!”
Mona
mematikan sambungannya dan segera berangkat menuju kantor tersebut. Seperti
mimpi tapi nyata, ia tak pernah menduga sebelumnya, hanya berangan-angan saja.
“Ini
gue nggak lagi di-prank, kan? Coba ah gue cubit tangan gue, kalau sakit
berarti ini beneran.”
Mona
mencubit lengan kirinya.
“Aw!
Sakit banget. Fiks ini gue beneran menang. Bisa pulang kampung!”
Gumamnya ria saat diperjalanan. Sangat wajar Mona bereaksi seperti itu,
siapapun yang mendapat undian 1 miliyar akan dibuat tak percaya bagai mimpi.
Saat
sampai di kantor tempat penyelenggara undian, Mona langsung datang ke tempat
yang bersangkutan, menunjukan bukti-bukti bahwa si pendaftar adalah benar
dirinya. Melakukan pengurusan surat-surat mengenai berkas yang berkaitan. Melakukan
segala ritual lainnya yang meresmikan bahwa Mona adalah pemenangnya. Dua jam
Mona melakukan proses pengklaiman hadiah, sampai pada akhirnya hadiah telah
menjadi sebuah rekening dan rekeningnya diserahkan kepada Mona. Terlihat air
muka Mona menahan haru bahagia. Hadiah sudah ada di tangan, tangannya seolah
tremor sebab tak percaya 1 miliyar di ganggaman. Saat semua sudah benar-benar
selesai, Mona menitikan air mata, ia duduk di pelataran kantor yang tak banyak
disaksikan orang. Mona terharu. Ia harus memberitakan ini kepada Rina.
“Rin,
gue udah megang hadiahnya. Ya Allah, nggak nyangka banget.”
“Sumpah?
Mon, gue nggak nyangka banget, selamat ya Mon, lo beruntung banget.”
“Gue
senang banget. Uangnya gue mau pakai bayar kos dulu habis itu bayar-bayarin
hutang sama Mpok Jaenab warung, Rin. Sama itu, gue kangen orang tua gue, Rin.
Alhamdulillah ada rezeki, kayaknya abis UAS gue mau pulang, deh.”
“Iya,
Mon. Nanti gue ke situ, kita omongin lagi. Lo masih di sana, kan? Gue pulang
kerja langsung nyusul lo, nih. Shareloc, Mon.”
Tanpa
aba-aba lagi, Mona langsung mengirimkan lokasi di mana ia berada. Sambil
menunggu Rina, perutnya mulai menguluarkan bunyi, berniat setelah Rina datang
ia akan mengajaknya makan bersama. Lagi dan lagi, Mona meratapi hadiah yang
sudah berada di tangannya. Kepalanya sudah tersusun rencana-rencana, mulai dari
yang terkecil sampai yang terbesar. Beniat ingin menyenangkan sahabat satu
kosnya itu, melunasi hutang-hutang pada ibu warung, membayar kos, membeli
selimut baru dan lain-lainnya. Tapi, mulai dari menempuh perkuliahan sampai
hari ini, ia belum pulang ke kampung halamannya lagi. Mona berniat setelah urusannya
telah beres semua, ia akan pergi ke kampungnya untuk mengobati rindu setelah
berjuang di kota orang.
Setelah
menunggu sekitar hampir 20 menit, Rina datang dengan sumringah dan memeluk
Mona.
“Mon,
gua senang banget. Terharu sama semangat lo buat pantang nyerah.”
Keduanya
melepaskan pelukannya, Mona mentap Rina haru.
“Rin,
makasih banyak ya lo udah mau jadi teman kos gue sekaligus sahabat dan saksi
gue berjuang selama ini. Apalagi soal undian-undian yang sering gue ikutin. Lo
orang baik, Rin. Maafin kalau gue banyak salah sama lo.”
“Apaan
sih, Mon, kok minta maaf? Lo nggak ada salah apa-apa sama gue. Gue happy
banget!”
“Kalau
ada, Rin, gue mau minta maaf aja.”
“Apaan
sih, emang lo mau pulang kampung besok?”
“Nggak
sih, hehe. Gue mau kelarin urusan gue dulu pakai uang ini. Bentar, lo haus
nggak? Gue beli minum dulu deh, ya. Tunggu sini.”
“Gue
mau ikut, Mon.”
“Yaudah,
sekalian gue mau ke bank. Di deket jalan raya situ ada kan, ya?”
“Tadi
sih gue liat ada.”
Mereka
jalan menuju warung yang berada di depan kantor yang kebetulan adalah jalan
raya besar yang cukup ramai, yang mana terdapat warung kecil menjual air
mineral. Mona menggandeng lengan Rina untuk menyebrang, senyum Mona tanpa
henti-hentinya terlukis jika mengingat hadiah di genggaman dan
rencana-rencananya. Setelah membeli dua botol air mineral, mereka duduk di
bangku warung yang kondisinyanya tidak kekar lagi.
“Cuaca
hari ini panas banget, ya,” kata Rina menatap raya dengan mngernyitkan dahi,
saking silaunya hari ini.
“Iya.
Eh, banknya di depan situ, Rin, ternyata. Harus nyebrang lagi. Gue ke bank
dulu, ya? Mau langsung ngurusin urusan biar cepat selesai. Nanti gue balik
lagi.”
“Oh,
oke. Gue di sini aja, nggak apa-apa, kan?”
“Iya,
paling sebentar kok.”
Mona
berjalan menuju bank yang posisinya tidak terlalu jauh dari warung tempat
mereka minum berada, hanya tinggal menyebrang saja dan jalan beberapa langkah,
sampai.
Saat
berada di dalam bank tersebut, Mona mengurus keperluannya untuk mencairkan
semua uangnya sebesar 1 miliyar. Mengisi data-data yang diperlukan dan menunggu
uangnya siap, pikiran Mona selalu berputar wajah kedua orang tuanya di kampung,
senyum ibunya saat menyambut kedatangan Mona, tawa riang ayahnya yang selalu
membuat Mona senang. Adik dan kakak Mona yang selalu Mona rindukan, Mona ingin
pulang.
Pegawai
bank meletakan uang berjumlah 1 miliyar itu ke dalam tas yang berbentuk
persegi, Mona terharu bukan main, sudah di depan mata untuk merealisasikan
rencana-rencannya. Saat sudah selesai, Mona memegang tas tersebut dengan tangan
gematar, membawa keluar bank dengan sangat hati-hati, dengan langkah yang
tersendat sebab beban yang dihasil uang 1 miliyar di dalam tas. Air matanya menitik lagi. Entah, di benaknya
saat ini hanya ada gambar ibu dan bapaknya. Mona menangis sambil berjalan
keluar, buru-buru ia sibak.
“Pak,
Bu, Mona mau pulang. Mona kangen,” batinnya berteriak.
Saat
Mona hendak menyebrang, ia sangat hati-hati memegang tas tersebut, melihat kiri
dan kanan. Walau langkahnya agak tersendat, ia masih bisa berjalan dengan lambat.
Mona melangkahkan kakinya ke jalan raya.
“Pak,
Bu, sedikit lagi Mona pulang,” batinnya bersuara lagi.
Tanpa
awas, Mona melanjutkan jalannya hingga sampai.
“AWAAASSS!!!”
Sebuah teriakan dari seorang pejalan kaki mengaggetkan Mona. Mona menoleh ke
samping kiri. Sebuah mobil truk dengan kecepatan tinggi malaju ke arahnya, tas
di genggamannya jatuh.
“Ibu,
Bapak …” gumamnya kecil.
TIN
… TIN …!!!!!!
NGIIIIIIKKKK
…
BRUUUKKK!!!
DUAAAARRR!!
“MONAAAAAAAAAA!!!”
Teriak Rina begitu terkejut saat menoleh ke arah mobil truk yang menghantam
tubuh Mon, ia berlari menghampiri sahabatnya.
Semua
orang datang mendekati Mona. Tapi, Mona tidak bisa melihat dengan jelas,
wajah-wajahnya buram, pandangannya merabun. Kepala Mona pusing, pendengarannya
tak dapat mendengar apa-apa, hanya ada bunyi ‘nging’ di telinganya, pandangannya
kini gelap, napasnya sasak, dan darah segar mengalir dari kepala dan hidungnya.
Tubuh Mona sudah berlumuran darah. Wajah ibu dan ayahnya kembali muncul, kali
ini sedang tersenyum menyambut kedatangan Mona sambil memeluk penuh rindu, bak
seribu tahun tak bertemu. Wajah bahagia Mona saat bertemu orang tuanya adalah
wajah paling bahagia di antara bahagia lain.
Warga
sekitar mengevakuasi tubuh Mona ke pinggir jalan. Pengemudi truk tersebut di
periksa oleh polisi, dan yang menjadi penyebab utama dari kecelakaan ini adalah
rem blong pada kendaraan. Terlihat Rina menangisi sahabatnya dengan tersedu
yang paling tersedu. Denyut nadinya sudah tak ada, napasnya sudah hilang. Mona
meninggal.
Comments
Post a Comment